GEOLOGI SULAWESI SELATAN
Sulawesi atau
celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan Indonesia dengan luas
wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik menyerupai huruf K dengan
empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur laut, tenggara dan
selatan. Sulawesi berbatasan dengan Borneo
di
sebelah barat, Filipina di sebelah utara, Flores
di
sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di sebelah timur. Sulawesi dan
sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena merupakan tempat pertemuan
tiga lempeng besar yaitu; lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara,
lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak
ke arah selatan-tenggara serta lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina.
Gambar 1. Zona Batas
Lempeng Indonesia (Hall and Smyth, 2008)
Proses tumbukan
keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau Sulawesi memiliki empat buah lengan
dengan proses tektonik yang berbeda-beda membentuk satu kesatuan mosaik
geologi. Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai sesar seperti; sesar Palu-Koro,
sesar Poso, sesar Matano,
sesar Lawanopo, sesar
Walanae, sesar Gorontalo, sesar Batui, sesar Tolo,
sesar Makassar dan
lain-lain, dimana berbagai jenis batuan bercampur sehingga
posisi stratigrafinya menjadi
sangat rumit. Pada bagian utara pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi
utara yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera dari
laut Sulawesi, sedangkan di
bagian tenggara Sulawesi terdapat sesar Tolo yang merupakan tempat
berlangsungnya subduksi antara lengan tenggara
Pulau Sulawesi dengan bagian utara laut Banda, dimana kedua
struktur utama
tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan Matano.
Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar yang memisahkan
bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang merupakan bagian lempeng Eurasia
yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada masa Miosen,
sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen benua yang berpindah karena
strike-slip faults dari New Guinea.
Tabel
1. Sesar-sesar di Daerah Sulawesi dan sekitarnya (Tim
Revisi Peta Gempa Indonesia, 2010)
2. Geologi Sulawesi
Berdasarkan
struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi
menjadi empat, yaitu;
Mandala barat (West
& North Sulawesi
Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur
Paparan Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan
malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia,
Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen
dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan
paling timur dan tenggara Sulawesi yang
merupakan pecahan benua
yang berpindah ke arah
barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
Gambar 2. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson,
2000)
2.1
Mandala Barat
(West & North
Sulawesi
Volcano-Plutonic Arc)
Mandala barat
memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan pulau Sulawesi. Secara
umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan
batuan sedimen berusia
mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa
mandala barat sebagai busur magmatik
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang
dari Buol sampai sekitar Manado,
dan bagian barat
dari Buol sampai
sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik,
terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada
Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih
bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur
Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut
diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang
berupa batolit, stok, dan retas.
2.1.1
Mandala Barat Bagian Barat Pemekaran yang terjadi pada Tersier
Awal membawa bagian timur dari Kalimantan ke wilayah Pulau
Sulawesi sekarang, dimana
rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa
Paleogen, menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal
dari Kalimantan.
Gambar 5. Peta
Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)
Geologi daerah
bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya berbeda, dimana kedua
daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa Mesozoikum, basement
yang kompleks berada
di dua daerah, yaitu di bagian barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala
dan di daerah Barru yang
terdiri dari batuan
metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang
sama dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan
tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks
Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks yang
lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen
di masa akhir Crateceous mencakup
formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian barat dan timur daerah
Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras dengan basement
kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan
silty-shales, sedikit batuan
konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada
terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen,
1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen
aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.
Batuan vulkanik
berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras
dengan formasi Balangbaru. Di daerah Bantimala batuan
vulkanik ini disebut
Bua dan di daerah Biru disebut Langi. Formasi ini terdiri
dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi
trachy-andesit dengan sisipan limestone
dan shale (van
Leeuwen, 1981). Sifat calc-alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa
batuan vulkanik merupakan hasil subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).
Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone,
napal dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi
ini terletak di bagian barat
daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan
formasi Balangbaru. Formasi
Malawa diduga telah diendapkan dari laut marjinal
ke laut dangkal. Formasi limestone
Tonasa selaras Formasi
Malawa atau batuan
vulkanik Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai
dengan pertengahan Miosen (Van Leeuwen, 1981). Formasi
Malawa dan formasi
Tonasa tersebar luas di
bagian barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di bagian timur sesar
Walanae selain singkapan kecil formasi limestone Tonasa.
Formasi Salo
Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi Selatan terdiri dari
sandstone, shale dan claystone interbedded dengan batuan vulkanik konglomerat,
breksi, tufa, limestone dan napal. Berdasarkan teknik foraminifera dating, usia
formasi Salo Kalupang diyakini berkisar
awal Eosen sampai
dengan akhir Oligosen. Formasi
ini seusia dengan
formasi Malawa dan bagian
bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah timur sesar
Walanae, yang terdiri
dari breksi vulkanik dan lava dalam bentuk pillow lava ataupun massive
flows yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir dan napal. Pegunungan Bone ditafsirkan
sebagai bagian dari ophiolit
berdasarkan anomali high gravity dan MORB, dimana formasi Bone diduga terdiri
dari wackestone bioklastika dan butiran packstones foraminifera planktonik.
Gambar 6. Peta Geologi Sulawesi Barat
Bagian
teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak di bagian barat,
terdiri dari breksi
vulkanik dan konglomerat,
lava dan tuf interbedded dengan marine sedimen.
Foraminifera dating menduga
batuan vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare
adalah sisa-sisa gunung
strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi
piroklastik berumur akhir Miosen. Aliran
lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik
Plio/Pliestocene gunung strato-volcano Lompobatang terletak paling selatan daerah Sulawesi Selatan
dengan ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini terdiri dari silika
yang tidak tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika yang tersaturasi
dengan aliran lava shoshonitic dan breksi
piroklastik. Pada pertengahan Miosen sampai dengan
Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan mencakup formasi Camba, memiliki
sifat alkali sebagai akibat dari peleburan parsial mantel atas yang
kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan metasomatism. Hal ini
mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di awal Miosen dalam konteks
intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga disebabkan oleh
asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua yang mencair dan bergabung
dengan material benua kedalam subduksi busur vulkanik. Batuan magmatis berumur
Neogen di bagian barat daerah
Sulawesi Tengah berhubungan erat dengan penebalan
dan pelelehan litosfer. Sifat
bimodal dari batuan
Igneous berumur Neogen
di daerah ini diperkirakan
dari pencairan mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin
basaltik (shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir
Miosen ditandai dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal
tidak selaras dengan formasi
Tacipi, dimana formasi
Walanae diperkirakan
berumur pertengahan
Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian Timur
Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi
menjadi dua interval, yaitu
interval yang lebih
rendah yang terdiri
dari batuan mudstone yang
berumur calcareous dan interval yang bagian atas yang lebih arenaceous. Batu
gamping (Limestone) di ujung selatan daerah Sulawesi Selatan dan yang berada di
Pulau Selayar yang disebut selayar limestone, merupakan bagian formasi Walanae.
Batuan selayar limestone terdiri dari coral limestone, calcarenite dengan
sisipan napal dan sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan berumur Miosen
sampai dengan Pliosen. Hubungan formasi Walanae dan Selayar limestone terdapat
di Pulau Selayar. Terrace, aluvial, endapan danau dan endapan pantai terjadi
secara lokal di Sulawesi Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai
dengan terangkatnya deposit terumbu
karang (van Leeuwen
1981).
3.
Stratigrafi Sulawesi
3.1 Stratigrafi Sulawesi Selatan
Batuan yang
tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu : Satuan
Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi Walanae, Satuan Intrusi Basal, Satuan
Batuan Gunung api Lompobatang dan Endapan
aluvial, Rawa, dan.
Pantai. Satuan Batuan Gunung api Formasi Camba
berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir, terdiri dari breksi
gunungapi, lava, konglomerat, dan tufa halus
hingga batuan lapili. Formasi Walanae berumur Miosen Akhir - Pliosen
Awal, terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau, batu lempung,
batu gamping, dan napal. Satuan
Intrusi Basal berumur
Miosen Akhir
- Pliosen Akhir,
terdiri dari terobosan basal berupa retas, silt, dan stok. Satuan Batuan
Gunungapi Lompobatang berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan
lahar, dan tufa. Endapan Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri
dari kerikil, pasir, lempung, lumpur, dan batugarnping koral.
Berdasarkan peta geologi Kampala,
batuan di daerah
ini dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan,
yaitu : Formasi
Walanae, yang menempati daerah yang sangat luas atau
sekitar 80 %, terdiri dari perselingan antara batupasir berukuran kasar hingga
sangat halus, konglomerat, batulanau, batulempung, batugamping, dan napal.
Satuan ini mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 100. Namun, pada beberapa tempat di sekitar
Sesar Kalamisu kemiringan
lapisannya mencapai 600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae
adalah laut. Satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen
Awal. Kemudian Intrusi Basal, yang merupakan retas-retas yang mengintrusi
Formasi Walanae. Sebagian besar dari basal ini bertelsstur afan itik. Pada
beberapa lokasi ditemukan bertekstur porfiritik dengas enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin,
tertanam dalan) masadasar afanitik. Intrusi basal ini di permukaan
umumnya telah terkekarkan dan di beberapa tempat telah terubah menjadi batuan
ubahan (zona argilik) yang didominasi mineral lempung (smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan
ini dijumpai di sekitar mata air
panas Kampala, mata air panas
Ranggo, dan Kainpung
Buluparia. Menurut Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini berumur Miosen
Akhir - Pliosen Akhir. Adapun
yang terakhir adalah
Endapan Aluvial Sungai,
merupakan endapan permukaan hasil rombakan dari batuan yang lebih tua, terdiri dari material kerikil,
pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepi-tepi sungai
dan dasar sungai. Satuan ini berumur Holosen –
Resen.
Gambar Stratigrafi Sulawesi Selatan
4. Geomorfologi Sulawesi
4.1 KONDISI GEOMORFOLOGI SULAWESI SELATAN
Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya.
Apabila melihat busur-busur disekelilingnya. Benua Asia, maka bagian convaknya
mengarah ke Asia tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaknya
yang menghadap ke Asia dan terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola
Sulawesi sering disebut berpola terbalik atau inverted arc. Pulau Sulawesi
terletak pada zone peralihan antara dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul dan
dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin Sulawesi (
5000 – 5500 m ).
Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda utara dan Laut
Banda Selatan dengan kedalaman mencapai 4500 – 5000m. Sedangkan untuk bagian
Barat dibatasi oleh Palung Makasar (2000-2500m). Sebagian besar daerahnya
terdiri dari pegunungan dan dataran rendah yang terdapat secara sporadik,
terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan
padat penduduknya adalah dibagian lengan Selatan. Berdasarkan orogenesanya
dapat dibagi ke dalam tiga daeran (Van Bemmelen, 1949) sebagai berikut :
Orogenese di bagian Sulawesi Selatan
Secara garis besar tangan selatan Sulawesi merupakan kelanjutan Zone
Palu (Zone bagian barat Sulawesi Tengah) dan tangan tenggara
merupakan kelanjutan dari tangan Timur Sulawesi (Zone Kolonodale). Secara
Stratigrafi antara lengan selatan dan lengan tenggara banyak memiliki
kesamaan, begitu juga antara Zone Palu Lengan Utara dengan Zone Kolonodale
Lengan Timur dilain fihak. Walaupun demikian diantaranya terdapat
perbedaan-perbedaan sebagai contoh bagian ujung selatan (di Selatan D.
Tempe) banyak kesamaannya dengan P. Jawa dan Sumatera sedangkan ujung
selatan lengan tenggara lebih banyak kesamaannya dengan Boton Archipelago
dan Group Tukang Besi.
Komentar
Posting Komentar